Pages

barokallah...barokallah..barokallah

Jumat, 09 Januari 2015

Kepingan kata mengikat makna

Hari itu adalah hari dimana semuanya akan terasa berbeda.  yapz,, betul. karena hari itu adalah hari dimana aku harus berhenti dari rutinitas ma’hadku.  aku mulai berfikir bagaiamana kehidupan diluar sana.  aku takut.  jika suatu saat nanti kehidupan ma’had jauh lebih baik dari masa dewasaku kelak.  enam tahun sudah aku berada tepat di “penjara suci” itu.  yapz.. betul.. istilah itulah yang selalu digunakan bagi para santri menyebut ma’hadnya.  karena tempat itu layaknya sebuah penjara dengan beribu-ribu aturan yang ada tetapi benar memang tempat itu suci dan dilindungi bagi mereka-mereka yang ikhlas dalam menuntut ilmu dan mengaji. 
selesai MA aku putuskan untuk melanjutkan pendidikanku dibangku kuliah.  tetapi serasa belum rela keluar dari tempat ini, akupun memutuskan untuk sementara mengabdi sebelum pengumuman masuk kuliah.  selama pengabdianku aku selalu termenung diatas bilik yang biasanya digunakan para santri menghafal, mengobrol, diskusi, dll.  aku merasakan sebuah rasa yang sungguh penuh syukur.  karena aku telah mengenal dan memasuki dunia pesantren dan mendapat gelar santri.  gelar itu sungguh sangat istimewa bagiku.
terlalu bersemangat untuk mengawali, aku sendiri sampai lupa mengenalkan diri yang biasa ini (merendah.. heehhe J).  Namaku Naima Adzkiatunnisa.  keluargaku biasa memanggilku Naima.  aku lahir dari sebuah keluarga besar ( disebut besar karena memang orangnya besar-besar.. heheh J ).  keluarga yang bisa dibilang berkecukupan.  ayah dan ibuku punya gelar yang sangat mulia, yaitu “PETANI.”  aku adalah anak pertama dari satu-satunya, alias anak tunggal.  sejak lulus dari sekolah dasar aku masuk ke pesantren sambil melanjutkan SMP dan MA ku. bukan orang tuaku yang menginginkannya, melainkan aku yang memintanya.
dunia pondok itu tidak mengerikan ko.. dunia pondok itu juga tidak mematikan.  melainkan dunia yang benar-benar bisa membuat kita mandiri alias mandi sendiri.. heheh J kehidupan sehari-hariku biasa-biasa saja dibandingkan dengan kehidupan asmaraku. ya hal-hal yang semacam itulah yang selalu mereka katakan kepadaku,   
Saat ini aku resmi menyandang gelar mahasiswa.  tak pernah melupakan kampung halamanku, setelah sekian lama aku kembali kepadanya (bukan kembali kepangkuan yang maha kuasa ya.. :) )
Seakan hendak menerjang badai, gemuruh terdengar jelas dan awan gelap hitam pekat ada tepat dihadapanku.  angkot melaju dengan kecepatan sedang.  tiba-tiba...
ssrrtttttt..... (mobilpun menge-rem seketika)
“ ada apa mang?” tanya penumpang lainnya
“ didepan hujan, kaca mobil ini rusak bu, jadi harus ditutup secara manual” jawab sang sopir.
setelah menutup jendela mobil, sang sopir pun melajukan mobil agak kencang.  hujan mulai membasahi seluruh jalanan desa sepanjang perjalananku.  tiba-tiba sang sopir bertanya kepadaku:
“ nok, turun dimana?” tanya pak sopir
“ di jatimunggul pak” jawab ku
“waahhh nok niat bapak mau langsung pulang, jatimunggul kejauhan, sudah sore, eman bensinnya” turun dipasar saja ya?” mintanya
“ yahh mang, trus gimana? hp saya mati lagi,,,ya sudah mang turunkan saya di pondok saja” pintaku
dongkol memang rasa hati ini, tetapi ya sudahlah,,, hari sedang hujan dan sudah beranjak sore.  desaku memang terletak jauh sekali dari pusat kecamatan.  memang ketika jam sudah menujukan pukul 13.00 saja, tak akan ada satupun angkot yang mau mengantarkan penumpang sampai pemberhentian terakhir itu.  kesal memang kadang, tapi ya cukup tau sajalah.
aku memang asli wong indramyu yang khas dengan kota mangganya itu.  desaku terletak diujung selatan kota indramayu yang dekat dengan perbatasan subang, majalengka dan sumedang.  yuup,, jatimunggul namanya. banyak orang bilang kalo desaku itu desa terpencil, miskin signal, dan jauh dari peradaban.  suka dongkol memang, tapi mau bagaimana lagi,, memang begitulah faktanya,, J
aku bangga menjadi warga “pedalaman”, iyapzz,,, betul sebutan pedalaman itu memang selalu mereka sematkan ketika mereka (teman-temanku) berkunjung ke istana kecilku.  lohh.. kenapa?  jawabannya jelas  dilihat dari segala macam aspek.  dari mulai signal, jauh dari kota, ga ada warnet, ga ada fotocopyan, etc. yang ada hanya dedaunan hijau dan jalanan sepi yang dapat dijumpai setiap harinya.  butuh waktu lumayan banyak untuk kita warga desa menjangkau suasana kota.  kami hanya bergelut dengan pertanian dan perhutanan.  aku tak pernah merasa minder karena backgroundku yang sangat terkenal ini (:D nyengir kuda,, “kepedean”) , justru aku merasa bangga karena kami jauh dari polusi udara perkotaan yang sangat banyak. 
kembali lagi ke cerita diatas
akhirnya aku diturunkan dipondok itu.  iyaapzz...
pondok itu adalah pondok yang telah membesarkan dan memberikan ilmu selama kurang lebih 7 tahun setelah aku lulus dari SD.  SMP dan SMA ku, ku habiskan di pondok itu.  dan hingga sekarang ini aku kuliahpun, pondok itu masih tetap menjadi tempat terindahku.  banyak pelajaran dan kenangan berharga yang terukir selama itu disana.  aku tak akan pernah bisa meninggalkannya sedikitpun dibagian sudut manapun dari pondok itu. 
ketika sore menjelang dan hujanpun talah reda, aku meminta ayahku untuk menjemputku pulang karena memang lokasi pondok dan rumahku lumayan jauh, jadi aku tidak bisa pulang jalan kaki,, J aku berpamitan dengan pak kiyai dan bu nyai kala itu.  tetapi.. tiba-tiba handphoneku berdering. ternyata ibu kontrakan menelpone.
aku terlarut dalam perdebatan ditelphone sore itu bersama ibu kontrakanku.  aku dan teman-temanku di usir dari kontrakan yang saat ini aku tinggali bersama sahabat-sahabat tercintaku.  seperti tersambar petir setelah hujan rasanya.  sontak aku terdiam memikirkan semuanya, tapi aku tak ingin berfikir keras, karena aku sudah lelah dengan semua tugas kuliah saat ini.
aku kuliah disalah satu institut negeri di cirebon,  aku mengambil fakultas pendidikan jurusan bahasa inggris semester lima. aku sudah bosan sebenarnya dengan kegiatan di semester 5 ini, ingin rasanya aku keluar dan terbang bebas ke negara maju, Korea. tapi, apalah dayaku hanya seorang anak yang patuh kepada orang tua. mau tidak mau aku harus bergelut dengan duniaku ini.
terkadang aku sangat lelah dengan duniaku.  aku terus berjalan tanpa arah tujuan,  ingin rasanya aku teriak dengan lepas agar dunia tau rasanya jadi aku.  setiap kali aku pulang, orang tua ku selalu berbicara tentang kerja diluar negeri.  aku seperti duduk di sudut rumah yang gelap dan sepi ketika orang tuaku berbicara, entah apa yang harus aku katakan dan aku yakinkan pada mereka.  aku yakin,  jika suatu saat nanti aku akan  membahagiakan orang yang aku sayang.
sekarang hanya inilah usaha yang bisa ku lakukan untuk membahagiakan orang tuaku dengan belajar menuntut ilmu hingga ku lulus menjadi sarjana tepat waktu dan bisa mengangkat derajat kedua orang tuaku. meskipun sekarang aku bukan siap-siapa, aku yakin suatu saat nanti Allah akan memberikan jalan kesuksesan untukku. aku yakin setiap usaha dan kerja keras yang kulakukan untuk kedua orang tua dan masa depanku sekarang akan berbuah manis dan indah pada waktunya.
Hujan kembali mencengkeram bumi-Nya, seakan mendeportasi seluruh awan hitam yang hiasi langit sore ini.  Aku duduk di pojok ruangan, beralaskan keramik yang dinginnya menembus setiap pori kain yang kukenakan.  Aku terdiam dalam gaungnya suara hujan. Terlintas macam masalah bergelayut menghampiri serambi kanan otakku.  karena inilah aku dengan semua karakter yang ku punya.  saat ini, tepatnya disini, disebuah sudut ruang gelap yang penuh dengan harap.  aku tergabung dalam lamunan.  apakah ini tempatku?  apakah ini diriku?  apa.. apa.. dan apa... jawabanpun tak pernah kujumpai.  apakah aku harus mencari jawaban disetiap lembar so’al yang telah usai kubagikan? entah.....bahkan sebuah kesederhanaanpun belum usai ku cari dan kumiliki.  hanya keegoisan, kesombongan dan berbagaimacam rasa individualisme yang dimiliki.  bagaimana caranya?  itu adalah pertanyaan yang paling tepat.  #continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar